JAKARTA, KLIKHEALTH – Menteri Kesehatan RI mengungkapkan beberapa masalah kesehatan yang dialami dan mengancam masa depan remaja Indonesia. Paparan tersebut disampaikan oleh Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Pattiselano Robert Johan, MARS, di dalam sebuah seminar kesehatan dan gizi remaja yang digelar di Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Dalam paparannya, Robert juga mengungkapkan beberapa faktor yang menganca masa depan remaja. Di antaranya, anemia, tinggi badan, kurus dan obesitas. Untuk anemia, kata dia, sekitar 12 persen remaja laki-laki dan 23 persen remaja perempuan mengalami anemia, dan sebagian besar diakibatkan kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi).
“Anemia di kalangan remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja laki-laki,” kata Robert dalam seminar bertema tema “Edukasi dan Kampanye Kesehatan dan Gizi Remaja Menuju Generasi Tinggi, Cerdas dan Berprestasi” yang juga dihadiri Duta Besar Kanada dan Duta Besar Australia, serta Yayasan Mitra Pangan, Gizi dan Kesehatan Indonesia (MPGKI).
Menurut Robert, anemia pada remaja berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktifitas. Selain itu, secara khusus anemia yang dialami remaja putri akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang akan hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah (BBLR).
“Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD). Pemerintah memiliki program rutin terkait pendistribusian TTD bagi wanita usia subur (WUS), termasuk remaja dan ibu hamil,” ujarnya.
Kemudian soal tinggi badan, jelas Robert dalam seminar tersebut, dikatakan bahwa rata-rata tinggi anak Indonesia lebih pendek dibandingkan dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5 cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8 cm pada perempuan. Sayangnya, remaja Indonesia banyak yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tinggi badan yang pendek atau disebut stunting.
Menurutnya, stunting ini dapat menimbulkan dampak jangka pendek, diantaranya penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan sistem metabolism tubuh yang pada akhirnya dapat menimbulkan risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, dan obesitas.
“Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas nasional guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu menciptakan manusia Indonesia yang tinggi, sehat, cerdas, dan berkualitas,” bebernya.
Sedangkan masalah kesehatan remaja kurus atau kurang energi kronis (KEK), menurut Robert, disebabkan karena kurangnya asupan zat gizi, baik karena alasan ekonomi maupun alasan psikososial seperti misalnya penampilan.
“Kondisi remaja KEK juga dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit infeksi dan gangguan hormonal yang berdampak buruk di kesehatan. KEK sebenarnya dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang,” imbuhnya.
Sedangkan permasalahan kegemukan atau obesitas, Robert pun menjelaskan bahwa itu disebabkan ole pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara lain: Tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%).
Selain itu, remaja juga cenderung menerapkan pola sedentary life, sehingga kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Hal-hal ini meningkatkan risiko seseorang menjadi gemuk, overweight, bahkan obesitas.
“Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan lain-lain yang berimplikasi pada penurunan produktifitas dan usia harapan hidup,” bebernya.
Pada prinsipnya, tambah Robert, sebenarnya obesitas remaja dapat dicegah dengan mengatur pola dan porsi makan dan minum, perbanyak konsumsi buah dan sayur, banyak melakukan aktivitas fisik, hindari stres dan cukup tidur.
“Jadi, semua masalah kesehatan yang mengancam remaja Indonesia, diharapkan agar seluruh masyarakat perlu memahami pentingnya gizi untuk kesehatan dalam setiap siklus kehidupan, karena gizi adalah investasi bangsa,” pungkasnya.(*)
Komentar