YOGYAKARTA, KLIKHEALTH – Hasil pengawasan Balai Besar/Balai POM (BBPOM/BPOM) tahun 2016 menunjukkan terdapat 88,40 % industri rumah tangga pangan (IRTP) belum menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB). Dan berdasarkan hasil sampling dan hasil pengujian produk IRTP, 28.44 % diantaranya tidak memenuhi syarat. Temuan ini menjadi salah satu latar belakang diluncurkannya Program Terpadu Lintas Kementerian/Lembaga (K/L) Pengembangan UMKM bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Pangan pada tanggal 7 Mei 2018.
Program ini menawarkan strategi yang dapat dilakukan bersama-sama dan terpadu meliputi peningkatan di bidang manajemen, peningkatan kompetensi SDM/tenaga kerja, kapasitas produksi, keamanan dan kualitas produk termasuk keamanan dan desain kemasan, penetrasi pasar melalui branding/promosi produk yang dilakukan baik secara langsung maupun melalui regulasi masing-masing K/L terkait.
Pada saat peluncuran ditetapkan target 210 UMKM di 6 (enam) Provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan. Namun setelah dilakukan identifikasi kendala dan kesiapan UMKM serta komitmen Pemerintah Daerah, maka terdapat satu provinsi yang menjadi perluasan wilayah yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan pergantian yang semula provinsi Sulawesi Selatan menjadi Provinsi Bali. 2 (dua) provinsi tersebut merupakan daerah tujuan wisata di Indonesia yang cukup terkenal di domestik maupun Internasional.
Kepala BPOM RI Penny K. Lukito menyerahkan 18 nomor izin edar (NIE) kepada 6 UMKM pangan dan 3 UMKM obat tradisional di Yogyakarta. “BPOM RI telah melakukan pendampingan dan fasilitasi pelaku usaha UMKM yang memiliki positive willingness dalam peningkatan produk UMKM”, jelas Penny K. Lukito. “Dan sembilan UMKM yang mendapatkan NIE hari ini, sebelumnya telah mendapatkan fasilitas pengujian/analisa produk pangan UMKM sebagai pemenuhan persyaratan pendaftaran pangan olahan”, lanjutnya, seperti dikutip laman resmi Badan POM, pekan lalu.
Keberpihakan BPOM pada UMKM juga ditunjukkan dengan telah diterbitkannya Peraturan Kepala BPOM No 9 tahun 2018 tentang tarif PNBP yang memberikan fasilitas pemotongan biaya registrasi 50 % dari tarif normal untuk Usaha Mikro, Kecil dan Industri Rumah Tangga Pangan.
Kesembilan UMKM salah satu diantaranya adalah CV NIKANA yang mendapatkan NIE untuk produk keripik (kentang, singkong, pisang,ubi) dan sagon kelapa, CV Putri 21 untuk produk mie kering dari tepung mocaf, CV. Lintang Suminar untuk produk Java Herbal Kunir Putih, CV. Puspita Radja untuk kapsul suplemen kesehatan Pro.Lak.1 dan obat herbal mata alice, PT. Sapta Sari untuk produk obat tradisional Rekamor, dan CV. Bina Syifa Mandiri untuk obat tradisional Samyunwan.
“Kami yakin masih banyak UMKM-UMKM lain yang mampu menyusul keberhasilan sembilan UMKM yang hari ini mendapatkan NIE. Untuk itu, kami mengharapkan dukungan dan peran aktif dari Pemerintah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogjakarta untuk bersinergi melakukan pembinaan dan pendampingan UMKM khususnya UMKM Pangan, melalui strategi dan rencana aksi yang akan dilakukan”, ujar Kepala BPOM RI. “Disamping peran Pemerintah Daerah, diperlukan juga komitmen dan kerja sama dari pelaku usaha UMKM untuk mendukung penuh program terpadu pembinaan UMKM tersebut”, tukasnya.
Pada kesempatan ini, BPOM RI juga melakukan sosialisasi, bimbingan teknis, dan pendampingan UMKM pangan kepada 154 pemilik/penanggung jawab UMKM dalam acara Sarasehan Berdaya Saing bersama BPOM dan Pameran UMKM Pangan. Para peserta tersebut akan memperoleh informasi mengenai label, registrasi pangan, CPPOB untuk UMKM, serta kebijakan keamanan pangan dan tata cara pendaftaran SP-PIRT. (*)
Komentar