KLIKHEALTH – Vaksin COVID-19 buatan Sinovac yang dilakukan uji klinik di Bandung akan segera memperoleh izin penggunaan darurat/ Emergency Use Autorization (EUA) sebelum program vaksinasi dilaksanakan.
Kepala Badan POM RI Penny K Lukito menegaskan hal itu menjawab pertanyaan media dalam Media Briefing “Pengawalan Keamanan, Khasiat dan Mutu Vaksin COVID-19 Sebelum dan Sesudah di Peredaran” yang disiarkan langsung dari Kantor Badan POM Jakarta, Jumat (08/1).
Penerbitan EUA vaksin COVID-19 ini dilakukan Badan POM dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, independensi, menjunjung integritas, dan transparansi. “Vaksin yang diberikan EUA harus didukung bukti keamanan, khasiat dan mutu yang memadai. Setelah pemberian EUA juga terus dipantau ketat terhadap khasiat dan keamanan jangka panjang,” jelas Kepala Badan POM dalam rilisnya.
Badan POM menerapkan standar dan persyaratan pemberian EUA vaksin COVID-19 mengacu pedoman World Health Organization (WHO), serta merujuk pada US Food and Drug Administration/US-FDA, dan European Medicines Agency/EMA. “Syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinik fase 1 dan uji klinik fase 2 secara lengkap serta data analisis interim uji klinik fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan vaksin,” lanjutnya.
Badan POM akan menerima data interim uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 Sinovac yang dilakukan di Bandung. Data ini akan dianalisis berikut data uji klinis fase 3 vaksin COVID-19 Sinovac di Turki dan Brazil yang juga akan segera diterima. “Dukungan data saintifik dan klinis yang masuk ini memberikan keyakinan bahwa EUA diberikan setelah vaksin memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu,” ucap Kepala Badan lebih lanjut.
Untuk pemberian EUA dapat menggunakan data interim analisis dengan periode pemantauan 3 bulan. Pemantauan tetap dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengetahui keberlanjutan efikasi vaksin. WHO mempersyaratkan minimal efikasi vaksin COVID-19 adalah 50% dari data interim analisis 3 bulan. “Saat ini Badan POM telah memasuki tahap akhir evaluasi hasil uji klinik,” jelas Kepala Badan POM menjawab pertanyaan terkait progres EUA vaksin COVID-19 Sinovac.
Proses evaluasi dilakukan Badan POM bersama Komite Nasional Penilai Obat yang beranggotakan pakar farmakologi, teknologi farmasi dan klinisi, dan juga Tim Ahli Imunologi dan Vaksin yang tergabung dalam Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Untuk percepatan evaluasi, Badan POM menerapkan rolling submission atau penyampaian data oleh Industri Farmasi secara bertahap. Evaluasi data dilakukan sejak Oktober 2020 bersama tim Komnas Penilai Obat terhadap data-data yang sudah didapatkan.
Vaksin harus memenuhi keamanan, khasiat, dan mutunya sebelum disuntikkan ke masyarakat. Keamanan vaksin diperoleh dari data uji praklinik pada hewan dan uji klinik fase 1 pada manusia. Jika dinyatakan aman, maka dilanjutkan ke uji klinik fase 2 dan 3. Data keamanan dipantau sampai 6 bulan paska penyuntikan vaksin. Efek samping yang timbul dicatat dan dihitung. Jika ada efek samping serius akan dievaluasi untuk menetukan uji klinik dapat diteruskan atau dihentikan.
Sedangkan khasiat vaksin diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok orang yang menerima vaksin dibandingkan dengan kelompok yang menerima plasebo pada uji klinik fase 3. Selain itu, pengukuran imunogenisitas merupakan parameter penting untuk menunjukkan khasiat vaksin. Dengan data imunogenisitas kita dapat memprediksi bahwa vaksin dapat memberikan perlindungan untuk mencegah terjadinya penyakit.
Sementara itu, aspek mutu vaksin juga telah dievaluasi mencakup pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar internasional penilaian mutu vaksin. Salah satunya melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin CoronaVac di Sinovac China dan Biofarma Bandung. “Dengan terbitnya sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), maka Biofarma bisa memproduksi bulk atau bahan baku vaksin CoronaVac yang akan datang pada 12 Januari mendatang,” ungkap Kepala Badan POM.
Selanjutnya, distribusi vaksin yang telah dimulai akan terus dipantau untuk memastikan mutu vaksin terjaga sampai ke berbagai wilayah Indonesia. Badan POM di pusat dan daerah mengawal mutu vaksin pada jalur distribusi karena vaksin merupakan produk rantai dingin yang harus dijaga sesuai dengan persyaratan yakni pada suhu 2-8°C. “UPT Badan POM terus mengawal Dinas Kesehatan dalam pengiriman dan penyimpanan vaksin agar tetap sesuai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB),” katanya.
Kepala Badan POM berharap ketika vaksinasi, masyarakat dapat melaporkan kejadian yang tidak diinginkan (KTD) atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) kepada tenaga kesehatan di lokasi vaksinasi. Selanjutnya tenaga kesehatan melaporkan secara berjenjang kepada Komda dan Komnas KIPI atau kepada Pusat Farmakovigilans/MESO Nasional Badan POM di https://e-meso.pom.go.id. (usa)
Komentar