PADANG, KLIKHEALTH — Penghisap rokok berada di mana-mana, tak mengenal tempat. Setidaknya, begitulah penelusuran KLIKHEALTH di beberapa tempat di Kota Padang. Di dalam angkot jurusan Siteba-Pasar Raya, seorang bapak tua dengan entengnya mengepulkan asap rokok, tanpa mempedulikan seorang ibu yang duduk di sampingnya.
Ibu itu telah menutup hidungnya. Namun, sang bapak sedikit pun tak mempedulikan. Habis sebatang rokok, disambungnya untuk batangan kedua. Beberapa pasang mata telah melirik sinis ke arahnya, tapi tak ada yang berani menegur.
Di tengah perjalanan dari Pasar Raya-Lubuk Buaya, bila perjalanan dilakukan sepulang sekolah, dengan mudahnya dilihat anak-anak sekolahan merokok. Begitu pun di ruang intelektual di kampus, mahasiswa merokok dengan mudahnya ditemui.
“Semua ruang dipenuhi asap rokok,” begitu kesimpulan Marni (40), ibu rumah tangga yang berhasil memberikan pemahaman kepada suaminya untuk menghentikan rokok. Ia sadar betul bahaya rokok sebab suaminya pernah dirawat akibat merokok.
Namun, ia tak mampu berbuat apa-apa untuk mencegah rokok pada orang lain. Kecuali, mamasang muka sinis kepada setiap perokok yang berada di dekatnya. Meski sudah mengingatkan, tapi itu sering tidak berhasil.
“Rokok adalah sebuah ironi,” sebut Dr Irvan Medison Sp.P, dokter paru RS M.Djamil Padang di ruang kerjanya. Ia yang telah menangani begitu banyak pasien yang menderita penyakit karena rokok, tapi mengaku heran jumlah perokok justru meningkat.
Peringatan di bungkus rokok, sebutnya, telah cukup menjelaskan bahaya rokok secara keseluruhan. Bila diperinci lagi, tiga ribu zat yang dikandung rokok, semuanya berbahaya.
“Paling menyiksa, ketika perokok terserang penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik),” sebut Dr H Taufik Sp.P, dokter paru RSU M.Djamil Padang, yang sudah asam garam merawat pasien dengan penyakit ini.
Pengalamannya mengajarkan, perokok membuang umurnya dan merugikan keluarganya. Perokok muda misalnya, biasanya lebih mudah terserang penyakit ketika berusia 40 tahun ke atas. Ini waktu sedang gigihnya bekerja. Namun sayang, akibat rokok, ia menjadi tak berguna.
Sesak Nafas
Penyakit akibat rokok—apapun jenis penyakitnya—dimulai dalam jangka waktu yang panjang. Menurut Dr H Taufik Sp.P, semakin cepat mengisap rokok, resiko terserang penyakit juga lebih cepat. Dicontohkan, memulai rokok di usia 19 tahun, akibatnya akan terasa di usia 40 tahun.
“Yang diserangnya saluran nafas. Perokok itu berdahak terus,” sebutnya. Ini diakibatkan saluran nafas menebal, sementara lubang dinding di paru mengecil.
Dr Irvan Medison Sp.P menambahkan, seperti olahragawan, saluran nafas otomatis melebar ketika beraktivitas lebih banyak. Sama halnya ketika menghirup oksigen, lubang di saluran nafas oromatis juga akan melebar.
Orang perokok, karena lubang saluran nafas menyempit, menyebabkan terhalangnya oksigen untuk masuk. Lama kelamaan—bila rokok diteruskan—menimbulkan pelbagai penyakit seperti PPOK, kanker paru, dan sebagainya. Kanker paru bisa juga diperoleh oleh perokok pasif. Perempuan perokok lebih mudah terserang penyakit ini.
Dari tiga ribu zat yang dikandung rokok, katanya, dinyatakan berdampak tidak baik bagi kesehatan, diantaranya adalah bahan radioaktif (polonium-201) dan bahan-bahan yang digunakan di dalam cat (acetone), pencuci lantai (ammonia), ubat gegat (naphthalene), racun serangga (DDT), racun anai-anai (arsenic), gas beracun (hydrogen cyanide) yang digunakan di “kamar gas maut” bagi pesalah yang menjalani hukuman mati, serta masih banyak lagi.
“Dan zat pada rokok yang paling berbahaya adalah Tar, Nikotin dan Karbon Monoksida,” ujarnya. Tar mengandung kurang lebih empat puluh tiga bahan yang menjadi penyebab kanker atau yang disebut dengan karsinogen. Nikotin mempunyai zat dalam rokok yang dapat menyebabkan ketagihan, ini yang menyebabkan para pengguna rokok sulit sekali untuk berhenti merokok. Nikotin merupakan zat pada rokok yang beresiko menyebabkan penyakit jantung, 25 persen dari para pengidap penyakit jantung disebabkan oleh kegiatan merokok.
Sayangnya, dari pengalamannya, rata-rata itu diketahui ketika perokok telah terserang penyakit. “Bila sudah terserang penyakit, sulit untuk disembuhkan,” tuturnya.
Perokok Remaja
Ironisnya, meski begitu banyak kampanye bahaya rokok, yang terjadi malah peningkatan perokok. Bahkan, juga untuk usia remaja. Dari data WHO (Badan Kesehatan Dunia), Indonesia adalah negara ketiga penghisap rokok terbanyak di dunia setelah China dan India. Celakanya, di Indonesia hingga kini menunjukkan tren peningkatan jumlah perokok dari kalangan remaja.
Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, prevalensi perokok remaja pada tahun lalu naik menjadi 19 persen. Angka tersebut naik drastis jika dibandingkan data serupa pada periode sebelum 1995. Data tersebut juga menunjukkan, karakrer perokok Indonesia yang biasanya sudah mulai menghisap tembakau pada usia 14-19 tahun.
Data Kemenkes menunjukkan, dari 2000 sampai tahun lalu jumlah perokok juga makin melebar di kalangan perempuan. Empat persen dari total jumlah perokok Indonesia adalah kalangan hawa. Berdasarkan data dari badan kesehatan dunia di bawah PBB, WHO, jumlah perokok di Indonesia tiap tahunnya mencapai 400 ribu orang.
Dari hitung-hitungan itu, diperkirakan setiap hari terdapat 65 juta warga negara Indonesia yang merokok setiap hari. Angka tersebut terus menunjukkan kecenderungan peningkatan mengingat aturan ketat menghisap tembakau masih dianggap longgar untuk mencegah munculnya perokok baru.
Berdasarkan data Riskesdas 2010 diketahui sekitar 34,7 persen penduduk Indonesia menjadi perokok aktif yang kebanyakan berpendidikan rendah. Jika penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai 237,56 juta, itu ada sekitar 82 juta penduduk yang merokok secara aktif dan kebanyakan ada di pedesaan.
Dr Yessy S. Sabri, Sp.P dari bangsal paru RSU M. Djamil Padang menyebutkan, perlu ada usaha preventif untuk mengkampanyekan gerakan anti merokok. Namun, sebutnya, menekan pertumbuhan perokok merupakah usaha yang tak hanya dilakukan pemerintah, sebaiknya juga perjuangan secara individu.
Dari pengalamannya di Klinik Berhenti Merokok RSU M. Djamil Padang, faktor utama berhenti merokok adalah motivasi, bukan obat-obatan. Ia lebih setuju untuk menyadari bahwa, tak memulai atau mencoba merokok, bagi yang belum melakukannya. Sebab, perlu waktu 10 tahun untuk membuat seorang perokok aktif kembali normal, itu pun bila berniat berhenti merokok. (*)
Komentar