PADANG, KLIKHEALTH – Menjelang acara Summit G.20 yang akan dilaksanakan di Osaka pada tanggal 28 Juni mendatang, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek didampingi Kepala Badan PPSDM Kesehatan dan Kepala Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan SDM Kesehatan berkesempatan mengunjungi Panti Izumien Eldery Care dan Sakuraen Elderly Care di Tokyo. Di sini, Menkes menemui 19 perawat lulusan Indonesia yang bekerja di Jepang sebagai caregiver.
Penempatan para perawat ini merupakan kerjasama Indonesia dan Jepang yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Hingga kini, telah ditempatkan 2.445 perawat dengan skema Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (Ijepa).
Para perawat yang ditemui Menteri Kesehatan di kedua panti tersebut sebagian besar lulusan institusi pendidikan keperawatan yang ada di daerah, seperti dari Nias, NTT, NTB, Denpasar, Semarang, Indramayu, Cirebon, Banyuwangi dan Sukabumi.
Para lulusan D3 dan S1 Ners telah bekerja selama 1 8 tahun dan telah ada yang lulus sebagai caregiver yang telah tersertifikasi di Jepang sebagai Kaigofukushishi.
Untuk dapat mengikuti ujian nasional Kaigofukushishi Jepang, kandidat harus memiliki pengalaman kerja minimal 4 tahun di panti Lansia Jepang.
Menteri kesehatan sangat mengapresiasi para caregiver ini, karena tidak semua orang berkesempatan untuk bekerja di Jepang. Menkes terus mendorong agar para caregiver meningkatkan statusnya jangan hanya menjadi caregiver tetapi menjadi perawat yang sebenarnya atau Kangosi sesuai latar belakang pendidikannnya.
Untuk menjadi Kangosi sesuai standar Jepang cukup berat, di antaranya memiliki kemampuan bahasa Jepang N-1, memiliki STR, serta pengalaman kerja minimal 2 tahun dengan transkrip/kurikulum yang diakui oleh pemerintah Jepang.
Ketua panti Mr. Michio Sekeni menyatakan bahwa para caregiver ini sangat kompeten dalam melayani Lansia, dan sebagai bentuk apresiasi untuk para caregiver ini setiap tahun panti tersebut mengadakan acara liburan bersama ke suatu tempat. Rencananya, tanggal 6 -10 Juli mendatang 30 caregiver akan diajak liburan ke Bali.
Permasalahan utama bagi caregiver dari Indonesia yang bekerja di Jepang adalah kerinduan pada kampung halaman sehingga kalau sudah pulang ke Indonesia susah untuk kembali lagi ke Jepang.
Menkes berkeinginan untuk menggagas suatu wilayah di Indonesia, misalnya di Bali, dapat memiliki panti Lansia dengan sarana dan prasarana seperti di Jepang. Selain itu, Menkes juga ingin menyelenggarakan suatu sistem asuransi kesehatan khusus bagi para Lansia, sehingga panti tersebut nantinya dapat memfasilitasi para Lansia di Jepang yang akan berlibur ke Indonesia. Misalnya pada saat di Jepang musim dingin para Lansia Jepan bisa dibawa ke Indonesia berjemur di Bali dan ditempatkan di panti bukan di hotel agar selama liburan tetap kesehatannya terjaga.
”Tentunya panti tersebut dilengkapi dengan SDM yang mumpuni di bidangnya, misalnya para caregiver dan para perawat yang sudah bekerja di Jepang dan habis masa kontraknya, dapat bekerja di panti tersebut,” kata Menkes Nila.
Di samping itu dipersiapkan juga tenaga dokter, dokter gigi, fisiotherapy, dan psikologi klinik, sehingga orang-orang Jepang yang ada di Indonesia juga dapat memanfaatkan panti tersebut, selain tentu orang Indonesianya sendiri.
Panti itu juga dapat digunakan sebagai wahana praktek calon caregiver maupun perawat yang akan bekerja di luar negeri, karena permintaan tenaga perawat maupun caregiver setiap tahunnya cukup meningkat. Sayangnya, Indonesia belum dapat memenuhi secara maksimal.
Berkenaan dengan hal itu saat ini ada 12 Poltekkes Kemenkes yang sedang disiapkan untuk memenuhi permintaan tenaga tersebut baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
Menteri kesehatan dan rombongan juga berkesempatan melihat sarana dan prasarana yang digunakan untuk melakukan ADL (Activity of Daily Living) pada Lansia, seperti alat-alat memandikan yang ramah Lansia sesuai dengan kebutuhan, maupun tempat Lansia bersantai menghabiskan waktu bersama-sama teman sebaya maupun keluarga.(*)
Komentar