KLIKHEALTH – Wahono bersama istri mengaku sempat frustasi. Bagaimana tidak, ia dan istri pernah mengidap penyakit yang terbilang cukup ganas dan mematikan. Belum lagi dengan rasa was-was yang dialaminya akan kekhawatiran mahalnya biaya perawatan dan pengobatan. Namun ternyata ia bisa tenang dan fokus menjalani penyembuhannya tanpa memikirkan biaya berobat karena menjadi peserta JKN-KIS.
Dikutip dari laman resmi BPJS Kesehatan, Wahono dengan senang hati berbagi kisah hidupnya. Pria dengan sosok sederhana tersebut menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami sakit jantung sementara istrinya mengidap tumor otak. Wahono sangat bersyukur bisa melewatinya tanpa harus mengeluarkan biaya, bahkan tidak sepeser pun uang ia keluarkan karena berobat dengan JKN-KIS. Bagi keluarga Wahono ini adalah pertolongan Tuhan yang dikirim melalui perantara Program JKN-KIS.
Pasangan suami istri ini dulunya adalah peserta JKN-KIS segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) yang ditanggung oleh perusahaan swasta tempat mereka bekerja di wilayah Kabupaten Semarang. Menurut pria yang pernah bekerja sebagai sopir ini, sejak usia pensiun ia kemudian mengalihkan kepesertaannya mengikuti kepesertaan istrinya yang bekerja di pabrik.
Tidak lama setelah itu, kondisi kesehatan Winarni berangsur-angsur menurun. Ibu tiga orang anak ini kerap merasakan sakit di kepalanya, disusul dengan rasa kaku pada tangan kanan dan susah digerakkan. Akibatnya beberapa kali Winarni ijin tidak masuk bekerja. Tidak kunjung sembuh Winarni akhirnya memutuskan berhenti bekerja dan beralih membuka usaha laundry rumahan. Pasca berhenti bekerja inilah pada suatu hari Winarni yang kala itu sedang melakukan pekerjaan rumah sempat jatuh pingsan.
Khawatir dengan keadaan Winarni, Wahono bergegas memeriksakannya ke fasilitas kesehatan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Dokter menyatakan Winarni mengidap tumor otak. Kondisi Winarni cukup mengkhawatirkan sehingga harus segera diambil tindakan operasi. Jika tidak, maka Winarni bisa saja lumpuh. Mengetahui hal itu Wahono berusaha menguatkan Winarni dan menyerahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa.
Mengingat dirinya dan istrinya sudah tidak bekerja di perusahaan maka berdasarkan informasi yang diterimanya Wahono mengurus perpindahan segmen kepesertaannya.
“Waktu itu saya kurang paham kalau sejak istri saya berhenti bekerja kartu JKN-KIS kami non aktif. Beruntung kami mendapatkan informasi untuk segera mengurusnya, jadi bisa segera diproses dan kepesertaan JKN-KIS kami aktif kembali sebagai peserta mandiri kelas 3. Kami kan tidak ada pendapatan tetap, jadi saya daftarkan keluarga di kelas 3. Yang penting punya kartu JKN-KIS. Jaga-jaga kalau sakit sudah ada yang melindungi,” ungkap Wahono.
Bagi Wahono sempat menjadi pasien umum satu kali cukup membuat keluarga mereka berpikir sulitnya hidup jika tanpa perlindungan jaminan kesehatan. Mereka pun mantap tidak mau menunda-nunda dalam mengurus kepesertaan dan pembayaran iuran JKN-KIS.
Wahono lanjut menceritakan hasil pemeriksaan Winarni. Setelah mendapat persetujuan keluarga, tindakan operasi Winarni dilakukan di RS Karyadi, Semarang. Selama sembilan belas hari Winarni menjalani perawatan di rumah sakit, dan semakin hari kondisinya berangsur-angsur membaik. Wahono merasa senang tapi juga merasa cemas. Ada perasaan takut yang meyelimuti hatinya terkait biaya operasi yang harus dibayar.
“Saya waktu itu berpikir, setelah ini saya masih bisa menempati rumah apa tidak. Saya benar-benar tidak tahu. Setau saya operasi otak itu mahal. Saya lihat uang di dompet cuma ada lima ratus ribu. Saya sangat cemas. Saya coba telepon keponakan. Keponakan bilang tidak akan ada tambahan biaya jika menggunakan kartu JKN-KIS, yang penting sesuai prosedur. Terus terang saya tidak yakin betul saat itu, apa benar begitu, nombok tidak, nombok tidak. Lalu petugas rumah sakit memanggil saya. Saya sempat terdiam. Rasanya mau beranjak dari tempat duduk berat sekali. Kaki saya seolah-olah terasa kaku seketika,” ungkapnya.
Wahono pun melanjutkan ceritanya. “Kemudian saya diberikan beberapa lembar kertas yang saya kira adalah lembar tagihan. Saya amati betul kertas-kertas itu, dan sejauh saya mengamati yang tertangkap di pandangan saya hanya ada angka nol. Saya benar-benar tidak menyangka. Saya yakin operasi itu sangat mahal, bagaimana bisa saya tidak dikenakan biaya sama sekali. Saya mengucap syukur berkali-kali. Alhamdulillah, kami sekeluarga sangat bersyukur menjadi peserta JKN-KIS,” ungkap Wahono.
Menurut Wahono keluarganya sangat puas dengan program JKN-KIS. Semenjak Winarni menjalani operasi, Winarni menjalani rawat jalan selama 1 tahun lebih. Semua biaya pengobatannya dijamin Program JKN-KIS. Tidak hanya itu, Wahono juga merasa puas karena dirinya dan Winarni merasakan pelayanan yang diberikan sebagai peserta JKN-KIS sangat baik. Tidak ada perbedaan perlakuan antara pasien umum dan pasien JKN-KIS.
“Kelas 1, 2, dan 3 itu pelayanannya sama, bedanya cuma ruang rawat inapnya saja. Saya tahu betul pelayanan yang diberikan baik juga karena saya pernah mengalaminya. Saya pernah diopname 1 minggu karena sakit jantung dan berlanjut dengan rawat jalan. Sekali lagi itu semua dijamin JKN-KIS. Tidak ada biaya yang saya keluarkan,” kata Wahono.
Selanjutnya Wahono dan Winarni berharap kesinambungan program ini bisa terus terjaga. Bagi keduanya sehat itu utama, tanpa kesehatan maka tidak banyak hal yang bisa dilakukan. Dengan adanya program JKN-KIS, berarti perlindungan kesehatan dijamin oleh pemerintah sehingga tumbuh rasa tenang dan rasa aman. Hidup pun akan terasa lebih tentram. Keduanya juga berharap bisa terus sehat dan terus berkontribusi dengan membayarkan iuran JKN-KIS tepat waktu.
“Saya pribadi kalau sudah daftar maka berkomitmen untuk memenuhi kewajiban dengan membayar iuran tepat waktu. Jika sewaktu-waktu saya butuh berobat maka akan saya manfaatkan kartu JKN-KIS saya, jika tidak saya anggap iuran yang telah dibayarkan sebagai ladang amal. Dengan begitu semoga saya sekeluarga selalu diberikan rahmat kesehatan,” tutup Wahono.(*)
Komentar