KLIKHEALTH – Perilaku bunuh diri merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, baik faktor pribadi pelaku, sosial, psikologis, budaya, biologi, dan lingkungan. Karena itu, lingkungan keluarga hingga media massa memiliki peran penting dalam mencegah seseorang melakukan bunuh diri.
“Hidup dan mati itu sangat tipis, tergantung bagaimana kita memanfaatkan apa yang kita berikan dalam kehidupan,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kemenkes, Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ., MPH, saat menjadi pemateri pada pada seminar yang digelar dalam rangka memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri se-dunia di Jakarta, Minggu (30/9/2018).
Pada seminar yang digelar oleh Komunitas Into The Light Indonesia yang bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan itu, dr. Fidi juga menyebut bahwa remaja dan pemuda merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap perilaku bunuh diri. Salah satu hal yang juga harus diperhatikan dari kasus bunuh diri adalah terjadinya copycut suicide.
“Copycat suicide adalah tindakan bunuh diri yang dilatarbelakangi ingin meniru kasus bunuh diri sebelumnya. Pemberitaan bunuh diri di media berpotensi menyebabkan individu melakukan copycat suicide. Fenomena ini disebut juga dengan Werther Effect,” ujarnya.
Di era digital, lanjutnya, internet telah menjadi sumber utama informasi yang memberikan penggambaran tidak pantas mengenai bunuh diri dan masalah kesehatan mental. Oleh sebab itu, peran media menjadi penting dan strategis. “Info bunuh diri jika disampaikan tidak baik, justru akan memicu terjadinya copycut suicide,” ungkap dr. Fidi.
Menurutnya, media massa sendiri sesungguhnya memiliki peran yang sangat strategis dalam pencegahan bunuh diri dan peningkatan derajat kesehatan jiwa. Dalam hal ini, media massa tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi, namun juga sebagai sarana untuk menghapuskan stigma dan diskriminasi terhadap penyintas bunuh diri dan penyintas kehilangan bunuh diri.
“Dalam jangka panjang, peran media massa dapat menjadi sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa seseorang, sehingga dapat menekan angka bunuh diri. Meskipun pemberitaan mengenai bunuh diri tidak selalu memiliki efek langsung, namun dapat mempengaruhi pemikiran dan perilaku individu di masa depan,” bebernya.
Dr. Fidi menambahkan, Kementerian Kesehatan sangat mendukung dan menjaring komponen masyarakat termasuk komunitas Into the Light dalam mencegah terjadinya bunuh diri. Bahkan, Kementerian Kesehatan telah menjalankan program, di antaranya pelayanan mobile mental helath service.
“Kegiatan itu dilakukan dengan mengembangkan pelatihan dan memperkuat ketahanan keluarga,” katanya. Dr. Fidi berharap, dalam rangka memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia yang jatuh pada 10 September kemarin, semua komponen harus dapat terus mendorong kerjasama lintas sektor dalam pencegahan bunuh diri.
“Semua pihak betul-betul bisa berperan dalam memberikan pengetahun untuk mencegah bunuh diri melalui pemahaman dan peran publik terhadap kesehatan jiwa di Indonesia,” pungkas dr. Fidi.(*)
Komentar