KLIKHEALTH – Manisnya disukai balita. Namun, banyak orang menganggap permen lebih banyak segi buruknya ketimbang manfaatnya. Benarkah?
Anda tipe bunda yang “mengibarkan bendera perang” terhadap permen? Anti membelikannya untuk balita, melarang keras si mbak, nenek, tetangga atau siapa pun memberi “hadiah” pada balita, menyortirnya dari semua jinjingan ulang tahun?
Ah, Anda tidak sendirian.
Dikutip dari ayahbunda.co.id, banyak orang menganggap permen lebih banyak mudharatnya (segi buruk) ketimbang manfaatnya. Namun, sudah hukum alam, semakin dilarang semakin bikin anak penasaran. Kebanyakan balita mengenal permen bukan dari ibundanya, lho, tapi dari iklannya di televisi, dari jejeran rak di supermarket, yang diam-diam diliriknya sambil menelan ludah (habis warna-warni, harum dan menarik, sih!). Kemudian tahu-tahu datanglah kesempatan, ia mencobanya sebiji (diberi diam-diam oleh kakek), dan… ketagihan, deh!
Berdamai dengan “musuh”. Merusak gigi dan menyebabkan sakit gigi, bikin gemuk, membuat anak jadi hiperaktif, mengundang jamur usus, menyebabkan batuk, menghilangkan nafsu makan, melukai lidah… itulah segudang kejelekan permen.
Anda memang tidak salah-salah amat, meski sebenarnya beberapa riset juga menyebutkan permen tidak buruk-buruk amat, asalkan dipilih yang bermutu baik dan dikonsumsi secara moderat. Sekalipun tidak bisa dikategorikan makanan sehat, sebenarnya permen memiliki kebaikan juga. Yaitu, kandungan gulanya adalah gula sederhana yang disebut sukrosa, jika dikonsumsi akan diubah tubuh secara cepat menjadi energi. Jika permen terbuat dari bahan makanan bernutrisi, seperti susu, kacang, gula merah, licorice, atau cokelat, maka pemberiannya bisa sedikit membantu menambah asupan gizi.
Intinya, tidak apa-apa kok, mengenalkan balita pada permen, asalkan pemberiannya dikelola dengan baik. Kalau dilarang keras sama sekali… memangnya tega?(*)
Komentar