PONTIANAK, KLIKHEALTH – Kementerian Kesehatan RI menyampaikan empati terhadap adanya berita kematian seorang siswa sekolah dasar di Pontianak, RWP (L, 12 tahun), yang sebelumnya diberitakan dan dikaitkan dengan pemberian vaksin Measles Rubella (MR).
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, dr. Sidiq Handanu, menyatakan bahwa program imunisasi bukanlah sesuatu hal yang baru, imunisasi campak telah dilakukan sejak 20 tahun lalu.
“Biasanya imunisasi kan campak saja. Sekarang ini ditambah (kandungannya) menjadi imunisasi campak dan rubella,” ujarnya pada konferensi pers terkait kasus meninggalnya RWP yang dikaitkan dengan imunisasi MR, Senin (13/8).
Dr. Sidiq menambahkan bahwa sesuai prosedur yang biasa dilakukan Puskesmas, sebelum dilakukan imunisasi, setiap anak diberikan formulir yang harus dilengkapi dan diisi oleh orangtua. Formulir itu berisi informasi terkait riwayat penyakit maupun kondisi kesehatan. Selain itu, petugas kesehatan juga melakukan screening agar diketahui apakah anak tersebut layak vaksin atau tidak.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komite Daerah (Komda) Penanggulangan dan Pengkajian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Provinsi Provinsi Kalimantan Barat, dr. James Alvin Sinaga, Sp.A., melaporkan hasil investigasi kasus tersebut. Kejadian ini, seperti yang diungkapkan dr. James, tidak berhubungan dengan imunisasi MR.
“Penyebab kematian diduga Enchepalitis. Vaksin Measles Rubella (MR) tidak menyebabkan terjadinya infeksi otak atau Enchepalitis. Sehingga, kejadian ini merupakan co-insiden dan tidak berhubungan dengan imunisasi MR”, tutur dr. James seperti tertulis dalam keterangan resminya kepada pers, Senin (13/8).
Adapun kronologi kejadian tersebut antara lain adalah RWP mendapat imunisasi MR pada Kamis pagi (2/8) setelah menunjukkan formulir kesediaan yang telah ditandatangani oleh ayahnya.
Pada Senin (6/8), kasus berobat jalan ke dokter praktik swasta dengan keluhan sesak nafas dan sakit dada karena terbentur meja karena jatuh di sekolah. Meski demikian, kasus tetap bersekolah pada 4-9 Agustus 2018.
Pada Jumat (10/8) kasus dibawa ke Puskesmas Telaga Biru dengan keluhan sama, yakni nyeri di dada akibat terbentur meja dan sesak nafas.
Pada pukul 11.00 WIB, kasus dirujuk ke RS Yarsi. Di dalam perjalanan sempat pingsan. Kasus juga mengeluh dadanya sesak, sakit kepala dan muntah. Saat itu, dilakukan pengecekkan laboratorium dan hasil cek gula darah sewaktu menunjukkan angka yang sangat tinggi, yakni 414 mg/dl (normal).
Pukul 12.00 WIB kasus dirujuk ke RSUD Soedarso dengan kondisi kesadaran menurun, hasil gula darah sewaktu (GDS) sangat tinggi (414 mmhg/dl) dengan jumlah leukosit yang rendah (23,37). Lalu dilakukan CT Scan, dan hasilnya mengarah ke diagnosis Enchepalitis.
Sumber : depkes.go.id
Komentar