BANDA ACEH, KLIKHEALTH – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) melakukan pertemuan Focus Group Discussion (FGD) bersama sejumlah stakeholder program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), Selasa (30/01/2018) di Banda Aceh. FGD tersebut dilaksanakan untuk mendukung penelitian yang sedang dikerjakan oleh LPEM FEB UI bekerjasama dengan UNICEF dengan judul “Aceh Health Financing review Towards Sustainable an Effective Universal Health Coverage”.
“Sejak mulai digulirkan pada 2014, ada dampak program JKN terhadap pengurangan angka kemiskinan, karenanya perlu dikaji kemampuan pembiayaan pemerintah khususnya dalam hal ini pemerintah Aceh untuk melaksanakan program jaminan kesehatan secara berkesinambungan”, ujar peneliti LPEM FEB UI, Khoirunurrofik, seperti dikutip bpjs-kesehatan.go.id.
Dia menjelaskan, ada tren peningkatan pengeluaran dana oleh Pemerintah Aceh untuk membayar iuran peserta PBI-APBD maupun oleh BPJS Kesehatan dalam menjamin biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat Aceh. “Ini menjadi perhatian dalam penelitian kami, bagaimana dengan tren peningkatan tersebut program ini bisa terus berjalan”, katanya.
Pemerintah Aceh yang di antaranya diwakili oleh Dinas Kesehatan Aceh menjelaskan bahwa memang diperlukan anggaran yang tidak sedikit untuk melaksanakan program JKA. Anggaran kesehatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) memang sebagian besar diperuntukkan untuk membiayai program ini. “Namun manfaat yang dirasakan masyarakat juga sangat luas. Meski begitu evaluasi berkala terus kita lakukan,”kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Aceh, Efi Syafrida.
Efi melanjutkan, selama ini anggaran tersebut cukup memadai karena Aceh menerima dana Otonomi Khusus (Otsus) dari Pemerintah Pusat. “Setelah dana Otsus berakhir pada 2017, tentu berdampak pada sejumlah program. Bagaimana kelanjutan program JKA ini masih menjadi kajian tim pemerintah Aceh”, lanjutnya. Ditambahkannya, bahwa mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat di era JKN, ke depan pemerintah Aceh akan melaksanakan beberapa program diantaranya mendorong Rumah Sakit untuk mendapatkan akreditasi dan meningkatkan standar pelayanan, melakukan revisi Qanun nomor 4 tahun 2010 tentang Kesehatan untuk mengakomodir program JKA Plus, membentuk Dewan Pengawas JKA dan mendorong percepatan realisasi Rumah Sakit Rujukan Regional.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banda Aceh, Sari Quratul Ainy menyambut baik penelitian yang dilakukan oleh LPEM FEB UI menyangkut program JKA. Sebagaimana diketahui, sejak era JKN dimulai pada 1 Januari 2014 dengan BPJS Kesehatan diamanatkan oleh Undang-Undang untuk menyelenggarakan program JKN, maka seluruh program jaminan kesehatan di daerah diintegrasikan ke dalam program JKN dan kewajiban pemerintah daerah adalah membayarkan iuran peserta untuk segmen PBI-APBD.
“Program JKA ini disambut baik oleh masyarakat dan mendatangkan manfaat yang luas bagi masyarakat Aceh, mengacu pada data peningkatan angka pemanfaatan pelayanan kesehatan di faskes baik tingkat pertama maupun tingkat lanjutan sejak bergulirnya program ini. BPJS Kesehatan mengupayakan tercapainya Universal Health Coverage (UHC) pada 1 Januari 2019 tidak hanya di Aceh namun di seluruh Indonesia, sehingga seluruh masyarakat Indonesia terjamin pemeliharaan kesehatannya melalui program JKN-KIS yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan”, kata Sari. (*)
Komentar