KLIKHELATH – Tim Komisi IX DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Provinsi Kalimantan Barat. Didampingi pejabat dari Kementerian Kesehatan dan Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS, wakil rakyat yang diketuai oleh Syamsul Bachri itu bersama rombongan,
mengawasi Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri, serta berdiskusi dengan Dinas Kesehatan Kalimantan Barat.
Dalam diskusi tersebut, Ketua Tim Komisi IX DPR RI, Syamsul Bachri menyebut bahwa ia bersama rombongan, sengaja datang ke Kalimantan Barat untuk mendengar penjelasan dan masukan secara langsung mengenai kasus KLB Difteri dari para pemangku kepentingan yang ada di Kalimantan Barat.
“Kalimantan Barat merupakan salah satu Provinsi yang berdampak pada kasus KLB Difteri. Dari dua kasus yang ada, salah satunya dilaporkan meninggal di Kabupaten Kubu Raya. Karena hal itulah kami datang ke sini untuk mendengar penjelasan dan masukan,” kata Syamsul dikutip dari bpjs-kesehatan.go.id, Kamis (25/1/2018).
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Kalimantan Barat, Drg. Harry Agung, menyampaikan bahwa sampai dengan bulan Desember 2017, dari 14 kabupaten/kota yang ada tercatat 22 kasus suspect, satu di antaranya meninggal dunia, yaitu di Kabupaten Kubu Raya.
“Banyak faktor yang menyebabkan terjadi suspect difteri, jika dilihat dari 10 tahun terakhir cakupan imuninasi relatif staknan bahkan cinderung menurun, hal ini tentunya menambah resiko terjadinya penularan penyakit Difteri di Kalimantan Barat. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting, terutama dalam kunjungan ke Posyandu untuk melakukan imunisasi dasar kepada anak-anaknya,” kata Harry.
Merujuk kepada Perpres No 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan Pasal 25 tentang Pelayanan Kesehatan yang Tidak Dijamin disebutkan salah satu pelayanan yang tidak dijamin adalah pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa dan wabah.
Apabila terjadi kasus difteri dan Pemerintah setempat mengeluarkan pernyataan resmi dalam bentuk tertulis adanya kejadian luar biasa di wilayahnya melalui Dinas Kesehatan/Bupati/Walikota, maka pelayanannya tidak masuk dalam penjaminan BPJS Kesehatan.
Sampai dengan bulan Desember 2017 kepesertaan BPJS Kesehatan di wilayah Kalimantan Barat berjumlah 2.986.526 jiwa atau 55,7% dari penduduk Kalimantan Barat yang berjumlah 5.364.964 jiwa, dimana Kabupaten Kayong Utara mencapai cakupan peserta tertinggi sebesar 85,8% dan cakupan peserta terendah sebesar 33,7% di Kabupaten Sanggau.
“Dalam mencapai UHC yang di targetkan 1 Januari 2019 Provinsi Kalimantan Barat, harus mengejar jumlah cakupan kepesertaan sebanyak 44,3%,” kata Deputi Direksi Wilayah Banten, Kalimantan Barat, dan Lampung BPJS Kesehatan Benjamin Saut PS.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan yang juga turut mendampingi kunjungan kerja spesifik Komisi IX DPR RI, Bayu Wahyudijuga menyampaikan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, JKN ini merupakan program wajib diikuti oleh seluruh Penduduk Indonesia.
“JKN-KIS merupakan program strategis nasional. Pemerintah Daerah juga wajib mendukung program strategis nasional sesuai yang dituangkan melalui Inpres Nomor 8 tanggal 23 November 2017, bila ada kepala daerah yang tidak melaksakannya maka akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah,” tegasnya.(*)
Komentar