JAKARTA, KLIKHEALTH – Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dimana memerintahkan 11 lembaga negara untuk mengambil langkah sesuai kewenangannya dalam rangka menjamin keberlangsungan dan peningkatan kualitas Program JKN-KIS.
11 pimpinan lembaga negara itu terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sosial, Menteri BUMN, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Direksi BPJS Kesehatan, Gubernur, Bupati dan Walikota. Instruksi tersebut tentu saja harus diimplementasikan oleh semua pihak yang berkepentingan termasuk oleh BPJS Kesehatan.
“Program JKN-KIS sendiri merupakan salah satu Program Prioritas Pemerintahan Presiden Jokowi-JK yang tercantum dalam Nawacita ke-5, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Dalam perjalanannya implementasi program ini tentu tidak selalu berjalan mulus, banyak tantangan yang harus diakomodir oleh berbagai pihak. Namun kami sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan para stakeholder khususnya dalam upaya penyempurnaan program JKN-KIS. Terlebih sudah diterbitkan Inpres ini sehingga diharapkan seluruh pemangku kepentingan bersama-sama bergotong royong untuk lebih mengotimalkan implementasi Program JKN-KIS,“ ujar Direktur Kepatuhan, Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi, dalam kegiatan Ngopi Bareng JKN-KIS di Jakarta (18/01) yang juga dihadiri oleh Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio.
Bayu seperti dikutip dari laman BPJS-Kesehatan, memaparkan, dalam Inpres tersebut, Presiden menugaskan Direksi BPJS Kesehatan untuk memastikan agar peserta JKN mendapat akses pelayanan yang berkualitas melalui pemberian identitas peserta JKN dan perluasan kerjasama dengan faskes yang memenuhi syarat dan meningkatkan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam rangka kepatuhan dan terlaksananya program JKN yang optimal. Upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan dalam menjalankan instruksi tersebut adalah dengan mempermudah mekanisme pendaftaran kerja sama fasilitas kesehatan faskes secara transparan melalui aplikasi Health Facility Information System (HFIS). BPJS Kesehatan bersama faskes juga melaksanaan Walk Through Audit (WTA) kepada peserta JKN-KIS yang telah mendapatkan pelayanan di faskes secara rutin per bulan dan menyampaikan umpan baliknya kepada faskes.
“Kami juga berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dan stakeholder terkait upaya pemenuhan standar kompetensi faskes sesuai yang dipersyaratkan, melakukan pemetaan dan profiling faskes sebagai dasar perhitungan kebutuhan faskes bagi peserta JKN-KIS, melakukan pemetaan FKRTL yang belum bekerja sama berdasarkan data sirsyankes Kementeriaan Kesehatan RI, untuk kemudian dilanjutkan dengan kredensialing terhadap faskes yang memenuhi syarat. Juga dilakukan optimalisasi sistem rujukan berjenjang berbasis kompetensi faskes untuk memudahkan peserta untuk mendapatkan pelayanan namun tetap sesuai indikasi medis,” jelas Bayu.
BPJS Kesehatan juga diminta meningkatkan kerjasama dengan kementerian/lembaga atau pihak lain dalam rangka kampanye dan sosialisasi (public education) program JKN dan melakukan pengkajian dan evaluasi regulasi guna menjamin keberlangsungan dan peningkatan program JKN.
Selain itu, melakukan kajian terhadap implementasi JKN dan memberi masukan untuk perbaikan kebijakan program JKN; dan meningkatkan jumlah kerjasama dengan apotek yang memenuhi syarat untuk menjamin ketersediaan obat rujuk balik dengan kriteria dan proses penunjukan kerjasama yang transparan sesuai kebutuhan dan kondisi geografis. Direksi BPJS Kesehatan juga diperintahkan untuk menyediakan dan memberikan data program JKN secara berkala kepada Menteri Kesehatan dalam rangka peningkatan mutu.
Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta JKN-KIS, per 31 Desember 2017 BPJS Kesehatan sudah bekerja sama dengan 21.763 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, Dokter Praktek Perorangan, Klinik Pratama, RS Kelas D dan Dokter Gigi), 2.292 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (Rumah Sakit dan Klinik Utama), serta 2.937 fasilitas kesehatan penunjang seperti Apotik dan Optik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Melalui Inpres itu Presiden juga memerintahkan Menteri Kesehatan untuk mengevaluasi, mengkaji dan menyempurnakan regulasi terkait pelayanan kesehatan program JKN. Juga menyempurnakan tarif pelayanan kesehatan sesuai prinsip kendali mutu dan biaya; menyempurnakan program rujuk balik dan menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan bagi peserta JKN; mengkaji dan menyempurnakan sistem pembiayaan penyakit katastropik; dan menjamin ketersediaan sarana dan prasarana serta SDM pada fasilitas kesehatan (faskes) bersama pemerintah daerah (pemda), Polri dan TNI serta swasta.
Menteri Dalam Negeri diperintahkan untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam pelaksanaan JKN. Menteri harus memastikan kepala daerah itu mengalokasikan anggaran untuk mendukung pelaksanaan JKN, dan mendaftarkan seluruh penduduknya dalam program JKN; juga memastikan Gubernur, Bupati, dan Walikota menyediakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan dan SDM kesehatan di wilayah masing-masing; dan menyediakan data penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk dapat dimanfaatkan sebagai data kepesertaan JKN. Menteri Sosial ditugaskan untuk melakukan percepatan verifikasi dan validasi terhadap penetapan dan perubahan data guna meningkatkan kualitas data peserta penerima bantuan iuran (PBI).
Menteri BUMN diinstruksikan untuk memastikan BUMN mendaftarkan dan memberikan data yang lengkap dan benar bagi para pengurus dan pekerja beserta anggota keluarganya dalam program JKN. Sekaligus memastikan pembayaran iurannya. Menteri Ketenagakerjaan mengemban tugas untuk meningkatkan pengawasan terhadap pemberi kerja. Menteri Komunikasi dan Informatika diinstruksikan melakukan kampanye dan sosialisasi untuk membangun kesadaran masyarakat agar menjadi peserta JKN. Memfasilitasi jaringan komunikasi data untuk suksesnya sistem teknologi informasi (IT) program JKN.
Jaksa Agung diperintahkan untuk melakukan penegakan kepatuhan dan hukum terhadap badan usaha, BUMN, BUMD, dan pemerintah daerah dalam mengoptimalisasi pelaksanaan JKN.
Presiden juga menekankan kepada Pemerintah Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan kepada Bupati dan Walikota dalam melaksanakan JKN; mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan JKN; memastikan Bupati dan Walikota mengalokasikan anggaran serupa, dan mendaftarkan seluruh penduduknya sebagai peserta JKN; menyediakan sarana dan prasarana, serta SDM kesehatan di wilayahnya; memastikan BUMD mendaftarkan pengurus dan pekerja serta anggota keluarganya dalam program JKN sekaligus pembayaran iurannya. Selain itu Gubernur diinstruksikan untuk memberikan sanksi administratif berupa tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu kepada pemberi kerja yang tidak patuh dalam pendaftaran dan pembayaran iuran JKN. (*)
Komentar